Don't read book by the cover. Pepatah baru, yang di ucapkan pada zaman modern. Kadang kita sering tertipu oleh penampilan seseorang. Kita melakukan penilaian berdasarkan penampilan seseorang. Tetapi kita belum pernah mengenali, siapa orang yang kita nilai tersebut. Semua dari penampilan awalnya.
Don't read book by the cover. Sering diucapkan oleh seseorang untuk melindungi keadaannya yang sekarang. Mungkin dirasakan kurang baik ataupun kurang sempurna. Atau memberi peringatan kepada orang lain, agar tidak merendahkan setiap orang yang tidak dia kenalinya. Pengalaman telah berbicara kepada gue. Dulu, gue pernah melihat seorang bapak yang berumur sekitar 53 tahun, terlihat dari keriput diwajahnya. Sekali lagi, jangan pernah menilai dari penampilannya. Jadi statement ini dipertegas oleh pengakuan bapak tersebut.
Turun dari mobil kijang tahun 2001 dan saat itu tahun 2009, berwarna coklat muda atau krem. Cukup terawatt dan lengkap dengan goresan-goresan disana-sini. Dengan baju batik sederhana dan celana bahan. Berbadan sangat kurus, kumis tipis. Berjalan agak bungkuk, dengan menggunakan kaca mata hitam besar menutupi kesedihannya. Dia sedang menghadiri pemakaman Ibunda tercintanya dirumah duka.
Selang waktu beberapa lama. Berhenti sebuah sedan mewah. Mercy dengan tahun terbaru. Kemudian turun seorang pria dengan pakaian hitam yang terlihat modis beserta istrinya yang cantik, mengenakan baju hitam dan terlihat sangat sexy. Ternyata istrinya, seorang artis yang berparas cantik. Melewati setiap orang yang duduk didepan rumah duka, dan tersenyum ramah. Menggambarkan kemewahan.
Sampai didepan pintu rumah duka, seorang ibu dengan baju hitam sederhana. Bertubuh gemuk, pendek, tanpa hiasan apapun, dan diwajahnya penuh dengan linangan air mata. Dia menghapus air mata diwajahnya dihadapan pria tadi dan istrinya, akan kepergian mertuanya. Dan berkata kepada pria tadi berserta istrinya yang cantik, “silahkan masuk. Suami saya ada didalam.”
Lalu pria itu dan istrinya berkata, “saya dan keluarga ikut berbela sungkawa.”
Tak lama kemudian keluar seorang bapak yang mengenakan mobil kijang tahun 2001 tadi, berdiri didepan pintu. Lalu pria itu dan istrinya menundukan badan dan bersalam dengan bapak tua tersebut dengan hormat. Berkata, “saya dan keluarga ikut berbela sungkawa. Semoga amalannya diterima disisi Nya dan dosa-dosanya diampuni.”
Sedangkan bapak tua itu tetap berdiri tegap dan penuh dengan wibawa, dihadapan pria itu dengan istrinya yang cantik dan berkata, “Amin. Terima kasih.”
Kemudian si pria bersama istrinya yang cantik bergabung bersama dengan rombongan tamu-tamu yang ingin mengucapkan bela sungkawa lainnya. Duduk didepan halaman rumah ibunda si bapak tua tadi. Tidak beberapa lama, ada seseorang yang memberanikan diri bertanya kepada si pria tadi, “Maaf, pak. Si bapak yang ada didepan itu siapa?” Dia bertanya dengan penuh penasaran.
“Dia bos saya. Seorang direktur dari perusahaan oil company.”
Nama gue, Rendhy Rindra Wardhana.
Hari yang paling bahagia buat gue. Adalah jadwal kerja hari ini, hanya pengambilan server, setelah selesai, dapat langsung pulang. Tidak bisa gue bayangkan, hari ini gue bisa jalan-jalan, bershopping-shopping ria. Gue sudah berencana untuk berhunting-hunting film dan buku-buku yang menarik. Gue sudah membuat daftar beberapa film dan buku yang ingin gue beli seperti I Am Number Four, Season of The Witch, Drive Angry dan lain-lain. Juga buku-buku keren seperti security hacking, Setting Server dengan Ubuntu, Cari Uang dengan Blogging. “Hari yang menyenangkan !!” Pikir gue.
Gue berangkat dari rumah jam 9.30, naik kereta dengan jadwal perjalanan siang hari. Kereta untuk orang-orang pemalas termasuk gue. Pada kereta itu terlihat sepi tidak seperti kereta jadwal perjalanan pagi yang seperti biasa selalu penuh sesak. Terkadang sampai tidak bisa bergerak. Bahkan kita bisa tidur sambil berdiri tanpa harus berpegangan.
Gue bertemu salah seorang temen gue, namanya vivi. “Hi vie! Tumben masuk siang ?” Sapa dan tanya gue.
“Hi. Iya, ingin berangakat siang. Gue sudah izin. Lagi malas berangkat pagi-pagi, ingin berangkat siangan.” Jawab-nya. Vivi merupakan sahabat lama gue semenjak SMP. Kita bertemu di tempat kurus matimatika. Semenjak lulus SMU, kita tidak pernah bertemu. Setelah lulus kuliah dan bekerja, kereta lah yang mempertemukan cinta kita. Lebay !!
Benerkan?? Sebagian kereta ini di isi oleh orang-orang pemalas. Termasuk gue. Kereta yang cukup lenggang, membuat gue dan vivi mengobrol dengan leluasa. Kita bercerita mengenai masa lalu. Banyak cerita-cerita lucu antara gue dan dia. Tanpa kita sadari kereta telah memasuki stasiun sudirman.
Hal yang mengagetkan gue saat itu, setelah kereta hampir tiba di stasiun sudirman. Bos gue yang seorang direktur, mengirimkan sms tanpa rasa tidak mau tahu, merubah isi schedule. Seenak bodongnya. Yang isinya, “Pengambilan server dibatalkan, sekarang kita meeting di setiabudi building”.
“Mahluk terkutuk!” Pikir gue, setelah membaca sms. Untung saja dia bos gue, jika tidak, sudah gue kutuk menjadi perjaka seumur hidup. Tidak bermasalah pada semua rencana-rencana bahagia yang sudah gue buat tetapi bermasalah adalah baju yang gue kenakan.
Baju yang gue gunakan adalah seragam kuli panggul. Dikarenakan plan hari ini, gue harus mengambil server antara dua gedung yang jaraknya tidak berjauhan. Gue berencana untuk jalan kaki menempuh jarak tersebut. Sehingga gue merasa tidak perlu menggunakan baju kantor yang rapih dan sopan, melainkan hanya baju yang digunakan untuk nyupir metro mini.
Pikiran gue bener-bener tidak karuan jika harus meeting mendadak. “Gue mengenakan seragam kuli bangunan, yang akan macul jembatan bus way. Di wajibkan meeting, dengan orang-orang yang berseragam eksmud.” protes gue.
“Hahaha,” Vivi tertawa terbahak. “Loe ke Centro aja, beli baju. Bereskan.” Teman gue menimpalinya.
Gue buka dompet gue, dan disitu tertera isi dari dompet, dua puluh lima ribu lima ratus rupiah. “Hanya bisa beli handuk kecil. Yang akan digunakan narik mikrolet. Kamprettttt !! “
“Additional cost, vie,” balas gue, mengelak. Karena keterbatasan isi dompet. “Lagi pula mana sempat belanja di Centro, wong meetingnya sekarang.” Gue tetap membela diri, sambil manggut-manggut. Pertanda keseriusan gue. Keseriusan tidak punya duit.
Demi harga diri, gue memilih tidak datang ke meeting. Tetap distasiun, menunggu kereta selanjutnya untuk pulang kembali ke rumah. Kemudian mematikan ponsel, untuk menjaga keamanan agar bos gue tidak bisa menghubungi.
Gue tiba di stasiun pukul 9.30, sedangkan kereta selanjutnya untuk pulang ke rumah pukul 12.30. Waktu yang cukup lama menunggu. Gue habiskan waktu dengan membaca novel berbahasa inggris, untuk belajar dan menambah vocabulary. Ternyata otak gue, seminimal isi dompet gue. Jadi gue tidak mengerti isi novelnya. Terpaksa, menghabiskan waktu dengan menulis cerita ini.
Pada pukul 11.00, manager development gue, mengirimkan sms. Ponsel yang gue matikan adalah untuk operasional keseharian. Tetapi gue masih punya ponsel lainnya, yang gue gunakan untuk sebagian ponsel cadangan dan hanya diketahui oleh sebagian orang.
Dalam smsnya manager development gue berkata, “Rend, gue mau ke ambassador cari macbook dan film DVD. Tadi gue habis meeting di berca.”
“Asyik, jalan-jalan .” Pikir gue. Dan terbayang semua rencana gue yang akan menjadi kenyataan. Kita shopping. “Siap, Bos,”Jawab gue penuh semangat dan harapan.
Kemudian gue langsung berangkat ke mall ambasador. Tetapi anehnya, setelah sampai di mall ambassador. Bos gue memberikan instruksi untuk menunggunya didepan mall. Perasaan gue menjadi tidak enak. Setelah sampai, dia tidak turun dari mobil, tetapi meminta gue untuk naik kedalam mobilnya.
“Mau kemana, mas ?” Tanya gue penasaran, saat berada didalam mobil.
Bos gue tidak menuju kedalam parkiran mall ambassador, melainkan maju terus menjauhi mall. “Kita ke setiabudi building. Meeting. Setelah itu, kita ke mall ambassador.” Jawabnya enteng.
“Kadal bunting!” Sumpah serapah, gue dalam hati. “Mas, aku pake seragam komandan kamra. Aku tunggu diluar saja.” Gue mencoba untuk bernegoisasi.
“Tenang saja. Loe kan technical leader. Pede saja.” Jawabnya, seperti melepas tanggung jawab. “Nanti loe yang persentasi.”
“Eh !!”
Sesampainya di setiabudi building, di lobby lantai dasar. Gue melihat orang-orang berbaju rapih. Berdasi dan jas. Sebernarnya gue tidak terlalu perduli, jika disana tidak dilengkapi dengan wanita-wanita cantik yang menggunakan rok mini. Memperpanjang nasib gue sebagai jomblo mania.
“Bos, gue tunggu di lobby bawah. Nanti jika benar-benar diperlukan, gue akan keatas.” Gue membuat penawaran dengan si bos.
“Oks.” Jawabnya singkat, dan kemudian dia langsung naik keatas. Tempat meeting yang berada di lantai 3, meeting room.
Gue menunggunya di lobby, menghindari menjadi pusat gossip para eksekutif dalam meeting. Selang beberapa saat, bos gue mengirimkan sms. “Rend, datang ke atas. Meetingnya mau dimulai. Loe yang persentasi.”
“Kodok bangkong.” Jawab gue dengan pikiran yang berantakan. Tanpa pikir panjang, gue langsung menuju ke tempat meeting di lantai 3. Dengan langkah gontai dan malas-malasan.
Sesampainya disana, resepsionisnya sedang tidak ada. Jadi satpam yang menggantikannya berada didepan. Dengan muka yang tidak bersahabat dia, bertanya, “ingin bertemu siapa, mas? Ada keperluan apa?” Membrondong pertanyaan, seakan-akan mengintrogasi. Wajahnya seperti bertanya, “mana kiriman barangnya?”
“Saya Rendhy, pak.” Jawab gue singkat. “Saya ada meeting dengan pak Andi. Saya sudah ada janji dengan beliau.”
Mata satpam melihat dari atas sampai bawah. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dari ujung kelamin sampai ujung napsu. Dan matanya terbelangak lebar, selebar pantat kuda. “Pak Andi itu, vice presiden IT, mana mungkin meeting dengan anda. Atau anda hanya kurir yang disuruh mengantar barang untuk pak Andi?”
“Setan Arab !! Gue dikira kurir.” Protes gue dalam hati. “Pak, saya ini Technical Leader. Saya yang akan persentasi.” Balas gue dengan penuh percaya diri.
“Mana mungkin, anda presentasi dengan pak Andi.” Jawabnya keras. Dia melihat penampilan gue yang seperti habis menggali jembatan bus way.
Lalu dengan segera, gue menunjukan kartu nama gue. “Ini kartu nama saya.”
Satpam itu malah membuangnya, “mana mungkin. Bisa saja, anda berbohong.”
“Minta digampar ne, satpam.” Protes gue dalam hati. “Kalau bapak tidak percaya, saya akan telepon sekarang.” Gue ambil ponsel gue. Dan gue bermaksud menelepon bos gue. Supaya dia bisa memberi tahukan pak Andi, kalau gue sudah ada didepan lobby.
“Tittt. Maaf. Masa aktif nomer anda sudah habis. Mohon anda isi ulang.” Cengir gue melebar di bibir gue. “Mampus gue.”
“Benarkan anda berbohong?” Dan dengan segera, si satpam sialan itu mengusir gue. Harga diri gue benar-benar ternodai, gara-gara baju terkutuk. Keperjakaan gue berakhir.
Tak lama kemudian, gue balik ke lobby. Dan bos gue sms, “Rend, loe dimana? Meeting sudah mau dimulai. Tinggal nungguin loe. Ke atas ya.”
Gue mau balas smsnya, tapi tidak punya pulsa. “The Nasib.”
Menganggap gue tidak memperhatikan sms. Bos gue mengirimkan sms yang kedua, “Rend, loe dimana?”
Rasanya, si bos ingin gue jitak. Gue tidak punya pulsa, dia daritadi hanya kirim sms. Telepon dunk. Akhirnya dia merasa menunggu terlalu lama. Kemudian akhirnya menelpon gue. “Rend, loe gimana? Loe tidak baca sms gue?” Suaranya terdengar tinggi, menunjukan kekecewaannya.
“Saya sudah ke atas, bos.” Gue membantah.
“Kenapa tidak masuk keruang meeting?”
“Diusir satpam, bos.” Jawab gue lesu. “Gue dikira kuli bangunan.”
“Bah !!” Sahut manager development. “Piye toh, mas.”
“Ane pake seragam kenek metro mini, disuruh meeting. Lain kali, schedule jangan berubah seenaknya dunk!!”
Akhirnya gue naik ke atas. Bos gue dan pak Andi, Vice Presiden IT dari client sudah menunggu di lobby depan.
“Kenapa tidak masuk ke ruang meeting, dek?” Tanya pak Andi dengan sopan.
“Iya, pak. Saya di usir satpam, bapak.” Sambil gue menunjuk batang hidung, si satpam sialan dengan penuh rasa dendam. Si satpam hanya tersenyum tanpa dosa.
“Lain kali, jika ada tamu saya. Tolong saya dihubungi dulu. Jangan ulangi kejadian sepeti ini lagi.” Pak andi memberi peringatan kepada satpamnya. Dan sekali lagi, si satpam sialan itu, tanpa berdosa. Dia hanya tersenyum.
Kesempatan gue membalas dendam pun tiba. “Dengerin. Jangan nyengir doank!!” Sambil gue melemparkan kartu nama yang dibuangnya, ke depan kedua biji matanya. “Ni, loe makan tu kartu nama. Kampret !!”
Begitu gue masuk kedalam ruang meeting, ternyata lebih mengerikan daripada rumah hantu. Yang tidak pernah dijamah selama 15 tahun oleh setan perawan. Gue melihat eksekutif-eksekutif modis mengenakan dasi panjang dan jas, dengan rambut klimis, bau amis.
Salah satu dari mereka menghapiri gue. Hanya bermodal kartu nama dan tampang ganteng, gue menghampiri orang tersebut, penuh percaya diri. Dan akan mengajak berkenalan orang yang menghampiri gue, “nama saya, Rendhy. Saya technical leader. Ini kartu nama saya.”
Sebelum gue sempat mengucapkan kata-kata tersebut. Dia menyela terlebih dahulu, “mas, dibelakang sana, tong sampahnya penuh. tolong Isinya dibuang.” Sambil menunjuk ke belakang ruang meeting, dipojok terdapat tong sampah kecil. Sampahnya sudah penuh sampai keluar dari tong.
“Eh ?” Sahut gue penuh dengan kebingungan. “Ada kodok bangkong, minta digampar.” Terpikir di dalam otak gue. Dia mengira, gue adalah office boy yang membersihkan ruang meeting. “Maaf, pak. Saya bukan petugas kebersihan, tapi saya technical leader. Saya yang akan persentasi.”
Satu ruang meeting, melongo.
“Oh, maaf.” Jawab orang tadi, dengan nada setengah tidak percaya. “Habis dari mana, mas?” Tanya penasaran. Matanya memperhatikan dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki.
“Tadi saya ada part timer, mas.” Jawab gue santai. “Biasa. Nyupir bajay. Buat cari tambahan”
“Hah !!”
“Kemarin di berita, ada anak tukang becak bisa jadi dokter.” Balas gue. “Saya rasa, itu bukan hal yang aneh.”
“Lulusan mana, mas ?”
“SMU.”
Satu ruang meeting saling memandang heran. Kemudian suasana dicairkan setelah bos gue dan pak Andi memasuki ruang meeting. Pertanda meeting segera dimulai.
Pria tadi berbisik kepada pak Andi, “pak, saya rasa orang yang akan persentasi tidak kompeten.”
“Kenapa anda bisa bicara seperti itu?” Tanya pak Andi dengan rasa penuh penasaran.
“Dia lulusan SMU.”
“Hah !!”
Bos gue mulai dengan perkenalan. Sehingga pembicaran pak Andi dan pria tadi, terpaksa terputus. Bos gue memperkenalkan perusahaan kami, background, sampai dengan pengalaman perusahaan. Lamanya seperti kutbah jumat. Formal dan bikin ngantuk.
Sewaktu bos gue menerangkan pengalaman perusahaan, dan menunjuk gue sebagai technical leader. Pria tadi menginterupsi, “pak, maaf. Untuk technical leader harus s1 kan? Selain itu, apa lagi Capabilitiesnya?”
Muka bos gue langsung mengarah ke muka gue. Dengan tatapan bengis tanpa ampun, dan mungkin dalam hatinya berkata, “Si kunyuk bikin ulah apalagi?”
“Kami sangat selektif dalam memilih kandidat kami yang digunakan untuk setiap proyek, pak.” Manager development menjawabnya dengan bijaksana. “Kandidat yang kami pilih untuk technical leader, lulusan s1 dan memiliki network certificate langsung dari Santa Clara, US. Dan sekarang dia sedang melanjutkan pada jenjang s2. Kami akan memilih kandidat terbaik untuk client kami.”
Seluruh ruang tercengang mendengarkan penjelasan bos gue.
Pria tadi bertanya untuk meyakinkan, “jadi bukan supir bajay, pak?
Setelah meeting selesai. Ternyata ada intrupsi mendadak. Perjalanan ke mall ambassador di tunda. Bos gue mengajak gue makan siang di senayan city dengan vendor yang menjadi rekanan perusahaan. Dari pintu depan senayan city, sudah terlihat orang-orang dengan busana mentereng.
Sewaktu kita turun dari mobil. Supir bos gue salah parkir, untuk menurun kami, didepan pintu utama. sehingga mobil lain tidak bisa lewat. Karena jalur sebelahnya tertutup. salah satu satpam menegur kami. Dia datang menghampiri gue, “mas, tolong mobilnya dipinggirkan.”
“Maaf, pak.” Balas gue. “Supirnya ada didalam mobil.”
Tidak hanya sampai disitu, penderitaan gue. Di depan pintu masuk kedalam senayan city, ada SPG yang menawarkan parfum. SPG cantik berbaju putih, minim dengan rok mini tanpa stoking. Setiap orang yang masuk melewati pintu itu, SPG itu menawarkan parfum yang dijualnya. Dia menawarkan parfumnya pada bos gue. SPG itu, melihat gue. Dan gue pun membalasnya dengan senyum. SPG itu malah membuang mukanya. “Gila, sampai SPG nolak gue!!”
Dalam senayan city, disetiap pintu masuk selalu ada pemeriksaan barang yang masuk yang dibawa oleh pengunjung. Bos gue membawa tas kantor yang berisi laptop untuk persentasi. Setelah petugas selesai memeriksa tas si bos. Petugas itu tidak memberikan tas kepada bos gue. Melainkan memberikanya kepada gue. “Mas, ini tas bapak. Tolong dipegang.”
“Anjritt. Gue dikira pembokat.”
Kadang kita tidak memperhatikan penampilan kita. Padahal dalam penilaian orang, pertama kali adalah pada penampilan. Jika kita ingin dilihat seperti manager atau pejabat, bergaya dan berbusana seperti pejabat. Maka orang akan melihat kita pertama kali, seperti pejabat. Ataupun kita ingin dianggap dari kalangan selebritis, maka kita hanya menggubah penampilan seperti selebritis, yang serba glamoor. Orang pasti akan melihat kita serba glamoor.
Bahkan pencopet pun, dapat di anggap seperti orang kantoran. Dikarenakan dia berbusana seperti orang kantoran. Padahal dia hanya ingin mengambil dompet dimetro mini.
Jika kita mempunyai sebuah tulisan yang bagus ataupun layak dibaca. Dan dapat membuat inspirasi jutaan orang. Tetapi jika cover buku itu, tidak menarik dan tidak dilengkapi synopsis cerita yang baik. Tidak akan ada orang yang tertarik untuk membaca buku itu. Walau sebaik apapun isinya. Don’t read a book by the cover. But the cover is very important.
3 comments:
Sumpah, pengalamannya keren banget gan...
ada penglaman menarik lainnya gan?
hehehehe/...
Keren, dari satu cerita ke cerita lainnya seperti mengikuti alur metamorposis kamu, seperti ulat bulu menjadi kupu-kupu,yang akhirnya mendewasa..awesome
Posting Komentar